Eka Tjipta Widjaja: Lulusan SD Terkaya di Indonesia 2012
Author: Ade Tiawan Posted in: InspirasiIni adalah salah satu bukti kalau lulusan tidak terlalu penting dalam meraih kesuksesan. Seperti halnya beliau ini yang hanya lulusan SD bisa meraih kesuksesan dan menjadi orang terkaya se-Indonesia versi Majalah Bloomberg edisi Desember 2012.
Sebelumnya beliau ini juga pernah terdaftar sebagai orang terkaya nomor 3 di Indonesia versi Majalah Global Asia 2008. Tetapi sekarang beliau menduduki posisi pertama terkaya di Indonesia mengalahkan 2 bersaudara pemilik BCA yakni Budi Hartono dan Michael Hartono. Kekayaan Eka Tjipta Widjaja melonjak tajam hingga 67,5% yang mengalahkan Hartono bersaudara. 1)
Dan akhirnya gue tertarik untuk mencari tahu siapakah aslinya beliau ini? dan bagaimana kisah hidupnya, dan gue mulai searching di internet. Sewaktu masih kecil, Eka Tjipta Widjaja ini bernama Oei Ek Tjhong, lahir di Coan Ciu, Fujian, Republik Rakyat Cina pada tanggal 3 Oktober 1923.
Sejak umur 9 tahun, ternyata beliau sudah memulai bisnisnya, dengan hutang kepada rentenir $150 beliau bermigrasi dari China ke Makasar, Indonesia. Di sini beliau membantu ayahnya berdagang, hingga bisa membayar semua hutangnya kepada rentenir selama 2 tahun. Dan setelah itu, beliau meminta untuk disekolahkan SD.
Karena keadaan perekonomian yang tidak memungkinkan beliau untuk sekolah lebih lanjut, makanya beliau hanya menempuh sekolah kejenjang SD dan pada umur 15 tahun, beliau mulai membuka bisnis pertamanya yaitu berjualan biskuit dan kembang gula. Tapi karena pada saat itu dia tidak mempunyai modal dia pun berinisiatif untuk mengambil secara grosir lalu dijual secara eceran. 2)
Dengan berbekal ijazah SD, beliau menukar ijazahnya dengan biskuit dan kembang gula dan memulai bisnisnya. Selama dua bulan, beliau mendapatkan laba sebesar Rp.20. Pada masa itu, pendapatan segini sudah sangat besar guys, untuk beli beras saja sudah dapat banyak tuh (baca: harga beras 3-4 sen/kg).
Melihat bisnisnya mulai berkembang, akhirnya beliau membeli becak untuk membantu memuat dagangannya. Tetapi usahanya mulai bangkrut ketika Jepang menjajah Indonesia, beliau menganggur dan tidak ada lagi barang ekspor/impor yang bisa dijual. Total laba Rp. 2000 yang ia kumpulkan susah payah selama beberapa tahun, habis dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Di tengah harapan yang nyaris putus, Eka mengayuh sepeda bututnya dan keliling Makassar. Sampailah ia ke Paotere (pinggiran Makassar, kini salah satu pangkalan perahu terbesar di luar Jawa). Di situ ia melihat betapa ratusan tentara Jepang sedang mengawasi ratusan tawanan pasukan Belanda.
Tapi bukan tentara Jepang dan Belanda itu yang menarik Eka, melainkan tumpukan terigu, semen, gula, yang masih dalam keadaan baik. Otak bisnis Eka segera berputar. Secepatnya ia kembali ke rumah dan mengadakan persiapan untuk membuka tenda di dekat lokasi itu. Ia merencanakan menjual makanan dan minuman kepada tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu.
Keesokan harinya, masih pukul empat subuh, Eka sudah di Paotere. Ia membawa serta kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, oven kecil berisi arang untuk membuat air panas, cangkir, sendok dan sebagainya. Semula alat itu ia pinjam dari ibunya. Enam ekor ayam ayahnya ikut ia pinjam. Ayam itu dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam. Dia juga pinjam satu botol wiskey, satu botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya.
Jam tujuh pagi ia sudah siap jualan. Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda mulai datang bekerja. Tapi sampai pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan mendekati bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda.
Setelah mencicipi seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih, minum dua teguk whisky gratis, si Jepang bilang joto. Setelah itu, semua anak buahnya dan tawanan diperbolehkan makan minum di tenda Eka. Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah dibuang.
Segera Eka mengerahkan anak-anak sekampung mengangkat barang-barang itu dan membayar mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkat ke rumah dengan becak. Rumah berikut halaman Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang.
Ia pun bekerja keras memilih apa yang dapat dipakai dan dijual. Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan dirawat sampai dapat dipakai lagi. Ia pun belajar bagaimana menjahit karung.
Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai bahan bangunan dan barang keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga. Ia mulai menjual terigu.
Semula hanya Rp. 50 per karung, lalu ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan akhirnya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40.
Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk membuat kuburan orang kaya. Tentu Eka menolak, sebab menurut dia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka Eka pun kemudian menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya.
Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan enam kuburan mewah. Ia mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan.
Demikianlah Eka, berhenti sebagai kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah.
Eka mereguk laba besar, tetapi mendadak ia nyaris bangkrut karena Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp. 6. Eka rugi besar.
Ia mencari peluang lain. Berdagang gula, lalu teng-teng (makanan khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula. Tapi ketika mulai berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus menjual mobil jip, dua sedan serta menjual perhiasan keluarga termasuk cincin kawin untuk menutup utang dagang.
Tapi Eka berusaha lagi. Dari usaha leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Usahanya juga masih jatuh bangun. Misalnya, ketika sudah berkibar tahun 1950-an, ada Permesta, dan barang dagangannya, terutama kopra habis dijarah oknum-oknum Permesta. Modal dia habis lagi. Namun Eka bangkit lagi, dan berdagang lagi.
Usahanya baru benar-benar melesat dan tak jatuh-jatuh setelah Orde Baru, era yang menurut Eka, “memberi kesejukkan era usaha”. Pria bertangan dingin ini mampu membenahi aneka usaha yang tadinya “tak ada apa-apanya” menjadi “ada apa-apanya”. Tjiwi Kimia, yang dibangun 1976, dan berproduksi 10.000 ton kertas (1978) dipacu menjadi 600.000 ton sekarang ini.
Tahun 1980-1981 ia membeli perkebunan kelapa sawit seluas 10 ribu hektar di Riau, mesin serta pabrik berkapasitas 60 ribu ton. Perkebunan dan pabrik teh seluas 1.000 hektar berkapasitas 20 ribu ton dibelinya pula.
Tahun 1982, ia membeli Bank Internasional Indonesia. Awalnya BII hanya dua cabang dengan aset Rp. 13 milyar. Setelah dipegang dua belas tahun, BII kini memiliki 40 cabang dan cabang pembantu, dengan aset Rp. 9,2 trilyun. PT Indah Kiat juga dibeli. Produksi awal (1984) hanya 50.000 ton per tahun.
Sepuluh tahun kemudian produksi Indah Kiat menjadi 700.000 ton pulp per tahun, dan 650.000 ton kertas per tahun. Tak sampai di bisnis perbankan, kertas, minyak, Eka juga merancah bisnis real estate. Ia bangun ITC Mangga Dua, ruko, apartemen lengkap dengan pusat perdagangan. Di Roxy ia bangun apartemen Green View, di Kuningan ada Ambassador.
“Saya Sungguh menyadari, saya bisa seperti sekarang karena Tuhan Maha Baik. Saya sangat percaya Tuhan, dan selalu ingin menjadi hamba Nya yang baik,” katanya mengomentari semua suksesnya kini. “Kecuali itu, hematlah,” tambahnya.
Ia menyarankan, kalau hendak menjadi pengusaha besar, belajarlah mengendalikan uang. Jangan laba hanya Rp. 100, belanjanya Rp. 90. Dan kalau untung Cuma Rp. 200, jangan coba-coba belanja Rp. 210,” Waahhh, itu cilaka betul,” katanya. 3)
Kegigihan, kerja keras, pantang menyerah serta doa merupakan kunci sukses dalam menjalani sebuah usaha. ijazah hanyalah selembar kertas sedangkan pantang menyerah merupakan modal utama dalam berdagang. Berkali-kali jatuh harusnya membuat kita berusaha agar tidak jatuh dengan alasan yang sama. Jeli dalam melihat setiap peluang usaha dan semangat yang dimiliki beliau merupakan hal yang patut kita contoh dalam setiap memulai usaha. Dan jangan lupa, kepercayaan konsumen adalah hal pertama yang harus kita jaga. 2)
Referensi:
1) http://news.liputan6.com/read/449472/eka-tjipta-widjaja-jadi-orang-paling-kaya-di-indonesia
2) http://ceritanyadinda.blogspot.com/2012/04/kisah-hidup-eka-tjipta-widjaja-orang.html
3) http://www.beritaunik.net/renungan/kisah-sukses-eka-tjipta-widjaja-berawal-dari-kegigihan.html
Posted in: Inspirasi on: 11/30/2012

inspirasi yang sungguh menyentuh..
ReplyDeletebut waktu sudah banyak berubah, tentu akan ada jalan lain untuk meraihnya, dengan semangat yang sama.. :)
@a.i.r: terima kasih atas kunjungannya pak. iya bener banget kata bapak, yang perlu kita tiru adalah semangatnya. :D
ReplyDeleteCuma satu yang ditakuti oleh orang kaya, yaitu orang pinter. Makanya orang pinter dikasih segalanya untuk membantu mereka.
ReplyDeletePastinya gitu, kan ada orang pinter yang bisa dibayar untuk membantu lulusan apapun, asal kaya...he he he,
ReplyDeletehmm.. sepertinya lebih tepat bukan yang ditakuti gan, klo menurut gue, itu adalah satu kesinambungan, dimana saling membutuhkan! orang kaya membutuhkan ilmu dari orang pintar untuk mengembangkan bisnisnya, dan orang pintar membutuhkan uang dari orang kaya untuk kelangsungan hidupnya... :)
Delete